Sinergi Ulama dan Umara: Pilar Harmoni dalam Komunitas Muslim
Dalam peradaban Islam, komunitas Muslim bukan sekadar kumpulan individu yang hidup bersama. Ia adalah masyarakat yang hidup dengan kesadaran spiritual dan sosial yang tinggi, terikat oleh hukum dan nilai-nilai yang bersumber dari wahyu. Dalam komunitas ini, setiap aspek kehidupan—baik ibadah maupun muamalah—diatur oleh ajaran Islam. Inilah yang membedakan komunitas Muslim dari masyarakat sekuler.
Komunitas Muslim: Hidup Bersama Syariat
Komunitas Muslim dibangun di atas dua fondasi besar:
- Ritual Ibadah, yang mengatur hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah), seperti salat, puasa, zakat, dan haji.
- Muamalah Sosial, yang mengatur hubungan antarmanusia (hablum minannas), seperti ekonomi, hukum, tata negara, dan etika sosial.
Dalam komunitas ini, siapa pun yang menyimpang dari ajaran agama—baik dalam urusan ibadah maupun muamalah—akan diingatkan, ditegur, bahkan diarahkan kembali oleh para tokoh agama. Ini bukan bentuk paksaan, tetapi tanggung jawab kolektif dalam menjaga kemurnian ajaran dan keharmonisan sosial.
Dua Pilar Kepemimpinan: Ulama dan Umara
Dalam sejarah Islam, kepemimpinan umat memiliki dua tokoh utama:
- Ulama (Tokoh Agama)
Ulama adalah penjaga moral dan spiritual umat. Mereka berperan sebagai pembimbing, penafsir hukum syariah, dan penegak nilai-nilai keadilan ilahiyah. - Umara (Tokoh Pemerintahan)
Umara adalah pemimpin administratif dan pelaksana urusan duniawi umat. Mereka bertanggung jawab dalam menyusun kebijakan, menjaga keamanan, dan menjamin kesejahteraan masyarakat.
Keduanya memiliki wilayah tanggung jawab yang berbeda, namun bukan berarti terpisah tanpa hubungan. Dalam Islam, kepemimpinan ideal terjadi ketika ulama dan umara berjalan beriringan dalam sinergi yang kuat dan komunikatif.
Ulama sebagai Pengawas, Umara sebagai Pelaksana
Salah satu keunikan dalam sistem kepemimpinan Islam adalah adanya mekanisme kontrol moral dari tokoh agama terhadap tokoh pemerintahan. Ini bukan bentuk oposisi, tetapi bentuk tanggung jawab keagamaan.
- Ulama wajib menegur umara jika ditemukan kebijakan yang bertentangan dengan syariat.
- Umara wajib membuka ruang dialog agar tidak melangkah di luar koridor ajaran agama.
Ini adalah implementasi dari prinsip “amar ma’ruf nahi munkar”, yaitu menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dalam komunitas Muslim, ini bukan sekadar slogan, tetapi prinsip hidup dan tata kelola masyarakat.
Tantangan dan Harapan
Ketika ulama enggan menasihati penguasa karena takut kehilangan posisi, atau ketika umara menutup telinga terhadap kritik agama karena ego kekuasaan, maka kehancuran moral masyarakat tinggal menunggu waktu. Namun ketika keduanya saling menghormati, terbuka, dan bersatu dalam visi Islam, maka komunitas Muslim akan menjadi contoh harmoni antara agama dan pemerintahan.
Penutup
Komunitas Muslim yang ideal adalah komunitas yang hidup dalam cahaya wahyu dan aturan Tuhan, dipandu oleh ulama yang amanah dan umara yang adil. Mereka tidak berjalan di jalur yang sama, tetapi menuju tujuan yang sama: mewujudkan masyarakat yang adil, sejahtera, dan diridhai Allah.
Dalam sinergi ulama dan umara, kita tidak hanya membangun tatanan sosial, tetapi juga merawat peradaban.
By: Andik Irawan